Tenun Toraja, Kain Tanda Cinta Kasih di "Rambu Solo"

SHARE:

Tenun Toraja menjadi tanda kasih bagi sanak saudara yang telah tiada. Kain tanda kasih itu berperan penting dalam ritual pemakaman keluarga Toraja



Tenun Toraja menjadi tanda kasih bagi sanak saudara yang telah tiada. Kain tanda kasih itu berperan penting dalam ritual pemakaman keluarga Toraja yang tersebar di dataran tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Itulah ungkapan pertalian kasih yang menghubungkan sanak saudara.

Tetua adat Kampung Pangrante di Kecamatan Rantepao, Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Andariasamba Pongarrang, sibuk memimpin upacara rambu solo bagi Ruth Bamba yang meninggal pada usia 60-an. Memakai sarung tenun warna putih yang menunjukkan status kebangsawanannya, Andariasamba duduk di samping peti jenazah, lalu mengambil pengeras suara.

Pada hari kedua dari tiga hari rangkaian upacara kematian, Andariasamba bertugas menghitung jumlah kerbau dan babi yang akan disembelih. Satu per satu hewan ternak itu dibawa ke lapangan untuk dihitung di depan rumah adat tongkonan yang terletak di pucuk Bukit Singki’ itu. Menjelang siang, terkumpul enam kerbau yang kemudian disembelih dengan sekali tebasan di leher.

Bagi keluarga, butuh dua bulan untuk mengumpulkan dana penguburan, terutama dana pembelian kerbau yang mencapai Rp 20 juta per ekor. Selama dua bulan pula, jenazah Ruth Bamba diawetkan dan disimpan di ruang paling belakang dari rumah panggung tongkonan. Meski tergolong bangsawan yang, antara lain, ditandai dengan hadirnya pohon cendana di halaman rumah, Ruth Bamba belum layak menjalani ritual pembalutan jenazah dengan kain tenun.

Menurut Andariasamba, Aluk Todolo atau agama tua yang masih dikukuhi suku Toraja memang mensyaratkan pembalutan jenazah dengan kain tenun bagi bangsawan dengan minimal 12 kerbau yang dipotong saat rambu solo.

Tomantawa atau pemuka adat di Lembang Sangkaropi, Sa’dan, Toraja Utara, Tetty Rantelabi (46), yang akrab disapa Mama Sabbi, malah menyebut angka lebih besar bagi jumlah minimal kerbau, yaitu 24 kerbau. Di ruang paling belakang tongkonan milik keluarganya yang terletak di lokasi sentra petenun di Sa’dan To’barana, Mama Sabbi menunjukkan peti jenazah Gulung Matandung (70).

Meninggal pada Oktober tahun lalu, jenazah Gulung Matandung disimpan dengan dibungkus puluhan lembar kain tenun bermotif paramba yang dulunya pernah dipakai almarhumah. Keluarga Gulung Matandung sudah menyiapkan minimal 24 kerbau yang menurut rencana akan dipotong pada rambu solo yang digelar pada Juli mendatang.

Makin langka

Bagi warga Mamasa Toraja yang tinggal di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, tenun juga menjadi syarat utama dalam ritual rambu solo. Warga di wilayah Tandalangan, Kecamatan Nosu, Mamasa, mengenal ritual mangaro, yaitu mengeluarkan kembali jenazah (batang rabuk) dari dalam kubur (alang-alang). Jasad itu kemudian dibungkus atau dibalut dengan kain tenun. Ritual ini dilakukan berulang setiap empat-lima tahun sekali bagi jenazah yang tergolong bangsawan.

Meski masih digunakan pada ritual adat, pemakaian tenun di Toraja semakin hari cenderung semakin langka. Andariasamba, misalnya, hanya mempertahankan pemakaian sarung tenun yang dibelinya seharga Rp 1 juta ketika memimpin adat rambu solo. Demi penghematan pula, ia memilih memadukan sarung tenun dengan atasan kain pabrikan bergambar motif Toraja buatan Solo, Jawa Tengah.

Demi penghematan, kain panjang warna merah, hiasan tongkonan yang melambangkan semangat di upacara rambu solo bagi Ruth Bamba, juga tak lagi menggunakan tenun Toraja. Bahkan, tak satu pun dari ratusan pelayat yang menghadiri rambu solo yang masih memakai pakaian dari tenun. Mayoritas pelayat justru menggunakan kainkain bermotif Toraja yang didatangkan dari Jawa.

Salah seorang pelayat, Atik (48), yang memakai baju motif Toraja buatan DI Yogyakarta, hanya memiliki selembar tenun Toraja bermotif paruki yang dibeli seharga Rp 1,8 juta. Tenun itu sengaja ia simpan dan hanya dipakai pada acara yang benar-benar spesial. ”Saya cuma punya satu tenun warna hitam, terlalu mahal, jadi sayang. Jarang dipakai,” kata Atik.

Tak hanya kain bermotif Toraja, tenun buatan Troso dan Klaten, Jawa Tengah, juga membanjiri pasar tradisional di Rantepao. Kios tenun yang banyak didatangi wisatawan di Pasar Rantepao disesaki oleh tenun dari Jawa. Pemilik kios Tulen Arts, pasangan Yudhie dan Tulen, bahkan juga mendatangkan produk jadi berbahan tenun dari Jawa, seperti tempat tisu dan tas.

Tenun yang didatangkan dari Jawa laris manis di Toraja karena harganya lebih murah. Pemilik kios tenun lain di Pasar Rantepao, Kana, menjual tenun asli Toraja dengan harga mulai Rp 300.000 hingga Rp 5 juta, sedangkan tenun dari Jawa bisa dijual mulai harga Rp 100.000.

Berbeda dengan tenun polos asli Toraja yang dibuat dengan alat tenun tangan, tenun polos dari Jawa dihasilkan dari alat tenun bukan mesin (ATBM) yang lebih modern dan bisa memproduksi dalam jumlah lebih banyak.

Karena bisa menjual tenun yang mirip dengan tenun Toraja dengan harga lebih murah, pesanan pun mengalir mulai dari instansi pemerintah di Toraja hingga gerai oleh-oleh di Bandar Udara Sultan Hasanuddin, Makassar. Meski tenun Jawa laris manis, Tulen Arts tetap menyediakan tenun asli buatan tangan perajin Toraja.

Ludes terjual

Tenun asli Toraja sebenarnya mudah dikenali. Dengan sekali sentuh, bakal terasa bahwa tenun Toraja lebih kasar daripada tenun ATBM. Meski sama-sama berbahan baku benang poliester dengan motif serupa berupa aksen permainan garis, tenun Toraja lebih tebal dan berat. Karena dibuat langsung dengan tangan, lebar tenun Toraja tak akan melebihi 70 sentimeter. Bandingkan dengan tenun ATBM yang bisa mencapai lebar lebih dari 100 sentimeter.

Serbuan tenun dari luar Toraja ini bahkan menelusup hingga ke satu-satunya sentra tenun Tana Toraja, yaitu di Sa’dan To’barana. Sembilan kios yang ada di Sa’dan To’barana juga disesaki tenun-tenun dari Jawa dan Sumba. Produksi tenun dari para perajin yang menenun di kios-kios ini tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan sehingga mereka memilih mendatangkan tenun dari luar Toraja.

Tingginya minat wisatawan terhadap tenun Toraja belum diimbangi dengan regenerasi petenun. Kini, perajin juga sibuk memenuhi permintaan tenun dari warga lokal Toraja setelah adanya kebijakan wajib memakai tenun bagi pegawai negeri setiap satu pekan sekali. Akibatnya, produksi tenun khas Toraja ludes terjual dari tangan perajin. Pembeli bahkan harus antre hingga berbulan-bulan.

Tokoh masyarakat Toraja yang menerima anugerah kebudayaan tahun 2004 dari pemerintah pusat, Tinting Sarungallo (63), menilai lunturnya pemanfaatan tenun dalam tradisi dan keseharian masyarakat Toraja tak lepas dari perubahan zaman. Menurut dia, masyarakat Toraja mulai menjauh dari tenun untuk ritual sejak meninggalkan ajaran agama tua dan beralih ke agama Kristen yang kini dianut mayoritas warga Toraja.

Proses membungkus mayat dengan tenun, menurut Tinting, perlahan mulai ditinggalkan sejak 1990-an. ”Ada perubahan enggak harus dibungkus tenun. Kepercayaan leluhur sudah kurang. Keluarganya merasa terikat jika dibalut tenun,” ungkap Tinting.

Kini, perlahan tetapi pasti, masyarakat Toraja mulai kembali melirik tenun. Upacara keagamaan, seperti perayaan 100 tahun Injil masuk Toraja atau ibadat hari Minggu, mewajibkan jemaatnya memakai tenun. Kecintaan terhadap tenun dari tanah tinggi Toraja ini menempatkannya pada tempat tertinggi di hati dan tradisi masyarakat Toraja.

COMMENTS

Name

407 Makassar,1,Aneka Wisata,18,Artikel,10,Bantaeng,1,Barru,7,Berita,22,Bone,3,Bulukumba,12,destinasi wisata,1,Enrekang,2,Event,19,Event April 2015,1,Event Desember 2014,3,Event Januari 2015,1,Event Maret 2015,3,Event Mei 2015,3,Event Oktober 2014,1,Event September 2015,1,Foto,4,Galesong,3,Gowa,17,Hotel,4,industri kreatif makassar,2,Jeneponto,2,Kuliner,2,Lingkar Kreatif,3,Luwu,1,Luwu Timur,7,Luwu Utara,3,Makassar,47,makassar kreatif,4,Maros,9,Palopo,1,Pangkep,11,Parepare,4,Permainan Tradisional,1,Persona,1,Pinrang,1,Promo,1,Sejarah,1,Selayar,10,Sidrap,1,Sinjai,6,Soppeng,3,Sorowako,1,Sosial Budaya,1,Sunset,1,Takalar,6,Tana Toraja,4,Tarian,1,Tips,4,Tips Wisata,63,Toraja,3,Toraja Utara,1,umkm,1,Wajo,2,Wisata,151,Wisata Alam,49,Wisata Bahari,34,Wisata Budaya,17,Wisata Kuliner,23,Wisata Lainnya,4,Wisata Magis,3,Wisata Pantai,3,Wisata Religi,7,Wisata Sejarah,20,Wista,2,
ltr
item
Makassar Guide - Panduan Wisata Sulawesi Selatan: Tenun Toraja, Kain Tanda Cinta Kasih di "Rambu Solo"
Tenun Toraja, Kain Tanda Cinta Kasih di "Rambu Solo"
Tenun Toraja menjadi tanda kasih bagi sanak saudara yang telah tiada. Kain tanda kasih itu berperan penting dalam ritual pemakaman keluarga Toraja
https://3.bp.blogspot.com/-Fo9ibw4tc4I/VOWj9OTJy-I/AAAAAAAABBY/duLB5Z2imSI/s1600/Tenun%2BToraja%2C%2BKain%2BTanda%2BCinta%2BKasih%2Bdi%2BRambu%2BSolo.jpg
https://3.bp.blogspot.com/-Fo9ibw4tc4I/VOWj9OTJy-I/AAAAAAAABBY/duLB5Z2imSI/s72-c/Tenun%2BToraja%2C%2BKain%2BTanda%2BCinta%2BKasih%2Bdi%2BRambu%2BSolo.jpg
Makassar Guide - Panduan Wisata Sulawesi Selatan
https://www.makassarguide.com/2015/02/tenun-toraja-kain-tanda-cinta-kasih-di.html
https://www.makassarguide.com/
https://www.makassarguide.com/
https://www.makassarguide.com/2015/02/tenun-toraja-kain-tanda-cinta-kasih-di.html
true
8219378423129597879
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content